Politik Biodiversitas 2025: Antara Ambisi, Implementasi, dan Realitas

Politik Biodiversitas 2025: Antara Ambisi, Implementasi, dan Realitas

Biodiversitas, atau keanekaragaman hayati, merupakan fondasi esensial bagi kehidupan di Bumi. Ia menyediakan berbagai jasa ekosistem yang menopang kesejahteraan manusia, mulai dari penyediaan pangan dan air bersih hingga pengaturan iklim dan penyerbukan tanaman. Namun, biodiversitas global mengalami penurunan yang mengkhawatirkan akibat aktivitas manusia, seperti deforestasi, polusi, perubahan iklim, dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

Menyadari urgensi permasalahan ini, komunitas internasional telah berupaya merumuskan berbagai kerangka kerja dan target untuk melindungi dan memulihkan biodiversitas. Salah satu tonggak penting adalah Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), yang diadopsi pada tahun 1992. Di bawah naungan CBD, berbagai target dan rencana aksi telah disepakati, termasuk Target Aichi untuk Biodiversitas yang berlaku hingga tahun 2020.

Meskipun Target Aichi telah meningkatkan kesadaran dan upaya konservasi di berbagai negara, sebagian besar target tersebut gagal tercapai secara global. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antara ambisi politik dan implementasi di lapangan. Kegagalan ini memicu perdebatan dan refleksi mengenai pendekatan yang lebih efektif untuk melindungi biodiversitas di masa depan.

Kerangka Kerja Global Biodiversitas Kunming-Montreal: Harapan Baru untuk Tahun 2025

Sebagai respons terhadap kegagalan Target Aichi, CBD menyepakati Kerangka Kerja Global Biodiversitas Kunming-Montreal (GBF) pada Desember 2022. GBF menetapkan empat tujuan jangka panjang untuk tahun 2050 dan 23 target aksi untuk tahun 2030, yang mencakup berbagai aspek konservasi, restorasi, penggunaan berkelanjutan, dan pembagian manfaat yang adil.

GBF dianggap sebagai peta jalan ambisius untuk membalikkan tren penurunan biodiversitas dan mencapai visi "hidup selaras dengan alam" pada tahun 2050. Beberapa target kunci dalam GBF yang relevan untuk tahun 2025 meliputi:

  • Target 1: Memastikan bahwa setidaknya 30% wilayah daratan, perairan pedalaman, dan wilayah pesisir serta laut, terutama wilayah yang penting bagi biodiversitas dan fungsi ekosistem, dikonservasi secara efektif dan dikelola secara adil melalui sistem kawasan konservasi yang representatif, terhubung secara ekologis, dan dikelola secara efektif, serta melalui langkah-langkah berbasis wilayah yang efektif lainnya.
  • Target 2: Memastikan bahwa setidaknya 30% wilayah ekosistem yang terdegradasi berada dalam proses restorasi pada tahun 2030.
  • Target 3: Mengurangi risiko polusi dari semua sumber ke tingkat yang tidak berbahaya bagi biodiversitas dan fungsi ekosistem.
  • Target 8: Meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap biodiversitas melalui mitigasi dan adaptasi.
  • Target 19: Meningkatkan sumber daya keuangan dari semua sumber, termasuk domestik dan internasional, publik dan swasta, untuk mengimplementasikan GBF.

Politik Biodiversitas 2025: Tantangan dan Peluang

Tahun 2025 menjadi titik krusial dalam implementasi GBF. Pada tahun ini, negara-negara pihak CBD diharapkan untuk merevisi dan memperbarui Strategi dan Rencana Aksi Biodiversitas Nasional (NBSAP) mereka agar selaras dengan target dan tujuan GBF. Proses ini akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, masyarakat adat dan lokal, serta akademisi.

Implementasi GBF pada tahun 2025 dan seterusnya akan menghadapi berbagai tantangan, antara lain:

  • Kesenjangan Pendanaan: Implementasi GBF membutuhkan sumber daya keuangan yang signifikan. Negara-negara berkembang seringkali menghadapi keterbatasan kapasitas dan sumber daya untuk melaksanakan target-target GBF. Peningkatan pendanaan dari negara-negara maju dan sumber-sumber inovatif lainnya sangat penting untuk mengatasi kesenjangan ini.
  • Keterbatasan Kapasitas: Banyak negara, terutama negara-negara berkembang, kekurangan kapasitas teknis dan kelembagaan untuk mengimplementasikan langkah-langkah konservasi dan restorasi yang efektif. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan, transfer teknologi, dan kerja sama internasional sangat dibutuhkan.
  • Konflik Kepentingan: Implementasi GBF dapat menimbulkan konflik kepentingan antara berbagai sektor, seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, dan energi. Keseimbangan yang hati-hati perlu dicapai antara kepentingan ekonomi dan perlindungan biodiversitas.
  • Kurangnya Kesadaran: Kesadaran publik tentang pentingnya biodiversitas dan manfaat konservasi masih rendah di banyak negara. Kampanye pendidikan dan peningkatan kesadaran yang efektif diperlukan untuk mendorong dukungan publik terhadap upaya konservasi.
  • Tata Kelola yang Lemah: Tata kelola yang lemah, korupsi, dan kurangnya penegakan hukum dapat menghambat upaya konservasi. Peningkatan tata kelola dan penegakan hukum yang efektif sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi GBF.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, implementasi GBF juga menawarkan berbagai peluang, antara lain:

  • Inovasi dan Teknologi: Implementasi GBF dapat mendorong inovasi dan pengembangan teknologi baru untuk konservasi dan restorasi biodiversitas.
  • Peluang Ekonomi: Konservasi biodiversitas dapat menciptakan peluang ekonomi baru, seperti ekowisata, pertanian berkelanjutan, dan pengembangan produk-produk berbasis biodiversitas.
  • Kesehatan dan Kesejahteraan: Konservasi biodiversitas berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan manusia melalui penyediaan air bersih, udara bersih, dan pangan yang sehat.
  • Ketahanan Iklim: Konservasi dan restorasi ekosistem dapat meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan mengurangi risiko bencana alam.
  • Keadilan Sosial: Implementasi GBF dapat berkontribusi pada keadilan sosial dengan memastikan bahwa masyarakat adat dan lokal memiliki akses yang adil terhadap sumber daya alam dan manfaat dari konservasi biodiversitas.

Prioritas Politik Biodiversitas 2025

Untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam implementasi GBF pada tahun 2025, beberapa prioritas politik perlu mendapatkan perhatian:

  1. Integrasi Biodiversitas ke dalam Kebijakan Sektoral: Biodiversitas harus diintegrasikan ke dalam kebijakan dan perencanaan di semua sektor, termasuk pertanian, kehutanan, perikanan, energi, dan infrastruktur.
  2. Peningkatan Pendanaan untuk Biodiversitas: Pemerintah dan donor internasional perlu meningkatkan pendanaan untuk konservasi dan restorasi biodiversitas.
  3. Penguatan Tata Kelola Biodiversitas: Tata kelola biodiversitas perlu diperkuat melalui peningkatan kapasitas kelembagaan, penegakan hukum yang efektif, dan partisipasi pemangku kepentingan yang inklusif.
  4. Peningkatan Kesadaran Publik: Kampanye pendidikan dan peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya biodiversitas perlu ditingkatkan untuk mendorong dukungan publik terhadap upaya konservasi.
  5. Kemitraan dan Kolaborasi: Kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, masyarakat adat dan lokal, serta akademisi perlu diperkuat untuk mencapai tujuan GBF.

Kesimpulan

Politik biodiversitas 2025 merupakan momentum penting untuk mempercepat implementasi Kerangka Kerja Global Biodiversitas Kunming-Montreal. Keberhasilan implementasi GBF akan bergantung pada komitmen politik yang kuat, peningkatan pendanaan, penguatan tata kelola, peningkatan kesadaran publik, dan kemitraan yang efektif. Dengan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada, kita dapat mencapai visi "hidup selaras dengan alam" dan memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi semua. Kegagalan untuk bertindak sekarang akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi biodiversitas dan kesejahteraan manusia di masa depan.

Politik Biodiversitas 2025: Antara Ambisi, Implementasi, dan Realitas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *